FLUKTUASI PENANTIAN~ prosa pendek

Rasa-rasanya aku telah sampai pada titik jenuh yang sempurna. Berbicara perihal rindu yang terus saja menjulang tanpa pernah dihadiahi perjumpaan. Rinduku membumbung tinggi menyapa cakrawala, turut menggumpal diantara awan-awan tebal yang berusaha membuatnya nyaman bersemayam. Hanya saja nampaknya ia tak pernah jatuh ke bumi menyerupai apapun, ia hanya terbang ke angkasa luar, memuai, lalu hilang. Sebab kau seolah menjadi mentari pagi yang memproses itu semua. Berpayah-payah aku menenangkan rindu yang meronta semalaman, setelah ia mengembun kau melenyapkannya begitu saja. Ah rasa-rasanya ingin kusudahi. Siapa yang senang mencintai dalam sunyi? Bersama harap yang penuh teka-teki aku masih saja meniti hari-hari penuh idiosi, tapi tak ada seujung kukupun yang kudapati selain hening dan sepi. Dan kecewa adalah satu kata yang tak layak untuk kupersembahkan atas perbandingan jarak tempuh yang telah kuupayakan.
Sebab terkadang rindu hanya membatu. Rasa juga tak mau bersuara. Diantara ketiadaan yang kian lama mengusangkan hati, menyisir hari demi hari yang hanya omong kosong. Melipat jarak, menimbun waktu. Berkali melirik detik waktu yang terasa lamban dan ragu. Sedang rindu kian memburu bagai peluru. Menandai setiap angka pada lembaran kertas bernama kalendar. Ha! Dusta durjana!
Sejauh apapun aku berlari, ada saatnya untuk berhenti. Sekeras apapun aku berusaha, ada kalanya juga untuk jeda. Dan apa-apa yang kuperjuangkan, sekuat hati aku berusaha mempertahankan, sekalipun peluh dan darah seutuhnya kusertakan, akan ada masanya aku benar-benar paham, ada yang tak bisa kupaksakan. Kendatipun disisi lain, pikiranku tak ingin sesempit itu. Masih banyak teka-teki Tuhan yang belum terpecahkan, takdir-Nya belum berhenti sampai disini saja, dan segala kemungkinan masih sangat leluasa untuk terjadi. Masih ada do’a-do’a yang menjadi rantai asa dalam diri, membersamaiku hidup dalam ambisi. Ya, percaya atau tidak, bahwa do’a selalu tergaungkan di angkasa raya. Menyelinap diantara sujud haru nan panjang. Halus, lembut menyentuh singgasana-Nya, menyusupi pori bumi hingga terpental ke langit sana.
Maka biarlah!
Biarkan ia bertarung dengan takdir. Sebab hanya ia satu-satunya yang masih kujaga, hanya ia satu-satunya kini yang tetap kuyakini. Saksikanlah olehmu, kelak do’a akan menikahi waktu. Menelan jarak dan meyapa rindu. Dan kau, kau harus hadir dihari pernikahan do’a dan waktu. Sebab mereka akan melahirkan anak-anak lucu serupa kasih dan sayang sebagai wujud kemenangan yang utuh. Sebagai persetujuan Tuhan bahwa takdir siap mengalah atas do’a yang sungguh, atas kesetiaan sebuah penantian yang tak pernah luruh.

Dan pada akhirnya kau dan aku hanya perlu menunggu. Di labirin mana kemudian kita akan ditempatkan. Teka-teki Tuhan apalagi yang akan kita pecahkan. Tunggu saja. Jika kau lelah, istirahatlah, bukan menyerah.

Komentar

Postingan Populer